Dalam video ini kami mencoba untuk menyampaikan informasi tentang bagaimana respon masyarakat tau gak sih mereka tentang suku Dani dan secara ringkas kami menyampaikan pengertiannya.
Papeda adalah makanan yang terbuat dari sagu yang diolah dari pohon sagu. Papeda ini seperti yang kita tahu merupakan makanan khas papua. Untuk itu dalam video ini kami akan menampilkan kepada anda bagaimana proses membuat sagu menjadi papeda.

Ini adalah latihan tarian yang dilakuka oleh masyarakat papua untuk kegiatan event pada tanggal 9 Agusus 2017
Tarian papua memiliki cirikhas tersendiri. Tarian papua ini yang dibawakan oleh group tari Mandefor, dan tarian yang dibawakan adalah Tari Cendrawasi dan Tari Asmat Dani Tari Tifa


PAKAIAN ADAT SUKU ASMAT

Pakaian Adat Pria Asmat 




Selain terkenal dengan seni ukirnya yang adiluhung, Suku Asmat juga memiliki pakaian tradisional yang khas. Seluruh bahan untuk membuat pakaian tersebut berasal dari alam. Tidak salah jika menganggap pakaian Suku Asmat merupakan representasi kedekatan mereka dengan alam raya.

Secara umum, pakaian adat pria dan perempuan Papua hampir sama, hanya menggunakan sebuah bawahan seperti androk yang terbuat dari rajutan daun sagu yang dibuat rapih menyerupai anderok atau rok dan digunakan sebagai bawahan.

Pada bagian kepala, dikenakan penutup yang terbuat dari rajutan daun sagu dan pada sisi bagian atasnya dipenuhi bulu burung kasuari.

Suku Asmat menggunakan pakaian adat Rumbai-Rumbai, hanya untuk menutupi bagian tertentu. Rumbai-Rumbai dibuat dari daun sagu.


Asesories

Hiasan kepala berbentuk seperti mahkota. Unsur yang digunakan masih berupa rumbai-rumbai yang juga terbuat dari daun sagu. Selain itu ada hiasan hidung, terbuat dari taring babi atau bisa dibuat dari batang pohon sagu. Hiasan hidung yang dikenakan kaum laki-laki memiliki dua fungsi: simbol kejantanan dan untuk menakuti musuh. Sementara, aksesori kalung dan gelang dibuat dari kulit kerang, gigi anjing, dan bulu burung cendrawasih.



Pakaian Adat Wanita Asmat 

Sementara, rok dan penutup dada kaum perempuan menggunakan rumbai-rumbai dari daun sagu sehingga menyerupai kecantikan burung kasuari.

Asesories

Pakaian adat tersebut belum sempurna jika tidak dilengkapi berbagai aksesori, juga menggunakan berbagai bahan yang tersedia di alam. Aksesori yang biasa dijadikan pelengkap pakaian tradisional Suku Asmat adalah hiasan telinga, kalung, gelang, dan tas. Hiasan telinga terbuat dari bulu burung kasuari. Bulu burung kasuari yang digunakan untuk hiasan telinga ukurannya lebih pendek dibanding bulu burung kasuari yang digunakan pada penutup kepala.

Esse (sebutan masyarakat Suku Asmat untuk tas) merupakan aksesori yang penting. Selain berfungsi sebagai wadah penyimpan ikan, kayu bakar, serta berbagai hasil ladang, esse juga dipakai ketika diadakan upacara-upacara besar. Orang yang mengenakan esse saat diadakan upacara adat dianggap sebagai orang yang mampu menjamin kehidupan dan kesejahteraan masyarakat.

Dalam berbagai upacara adat, masyarakat Suku Asmat biasanya melengkapi penampilan mereka dengan gambar-gambar di tubuh. Warna merah merujuk pada warna darah. Warna merah diartikan sebagai lambang keberanian. Warna putih merujuk pada warna tulang yang menunjukkan kesucian. Lukisan ini digunakan untuk menambah daya juang dalam mengarungi kehidupan.Warna merah yang digunakan berasal dari campuran tanah liat dan air, sementara warna putih berasal dari tumbukan kerang.

Motif yang digunakan pada kulit wanita biasanya lebih halus. Bentuknya pun hanya bulatan-bulatan kecil berwarna merah dan putih. Sementara pada tubuh pria, di bagian tangan terdapat bentuk seperti belah ketupat yang bermakna “kehidupan” sedangkan di bagian dada terdapat lambang seperti tanduk yang berarti “kejantanan”.

Seiring pengaruh modernisasi dan budaya dari luar, sebagian masyarakat Suku Asmat mulai meninggalkan pakaian tradisional mereka. Hanya masyarakat Suku Asmat yang tinggal di pedalaman yang masih menggunakan pakaian tradisional tersebut.

PAKAIAN KHAS ADAT PAPUA

   Secara umum masyarakat Papua hidup di daerah-daerah yang terisolir. Mereka menyebar di dalam penjuru hutan membentuk komunitas adata secara terpisah. Karena hal ini berlangsung sejak zaman dahulu, perkembangan modernisasi sangat lambat di Papua. Dalam pemenuhan kebutuhan akan sandang, hubungan erat masyarakat Papua dan alam dapat dilihat dari pakaian adat tradisional yang mereka kenakan. Berikut ini beberapa pakaian khas adat dari masyarakat Papua :

1. Koteka
 
Photo by harianpapua.com

   Koteka adalah sebuah penutup kemaluan sekaligus pakaian adat laki-laki Papua. Pakaian ini berbentuk selongsong yang mengerucut ke bagian depannya. Koteka dibuat dari bahan buah labu air tua yang dikeringkan dan bagian dalamnya dibuang.Koteka digunakan sebagai pakaian sehari-hari maupun sebagai pakaian saat melakukan upacara adat dengan cara diikat ke pinggang menggunakan seutas tali sehingga ujung koteka mangacung ke atas. Khusus untuk yang ikenakan saat acara adat, koteka yang digunakan biasanya berukuran panjnag serta dilengkapi dengan ukiran-ukiran etnik. Sementara untuk yang dikenakan saat bekerja dan aktivitas sehari-hari, koteka yang digunakan biasanya lebih pendek.

2. Rok Rumbai
Photo by afiatahoba.blogspot.com

   Jika para pria menggunakan koteka, maka para wanita Papua akan mengenakan rok rumbai. Rok Rumbai adalah pakaian adat Papua berupa rok yang terbuat dari susunan daun sagu kering yang digunakan untuk menutupi tubuh bagian bawah. Baik saat menggunakan koteka ataupun rok rumbai, orang Papua pada umumnya tidak akan menggunakan baju atasan seperti orang-orang suku lain yang menggunakan pakaian adatnya.

Masih banyak jenis pakaian adat dari Papua karena di Papua terdapat lebih dari 25 suku dengan bahasa yang masing-masing berbeda


DARI PAPUA UNTUK DUNIA



   

Photo by Sindotrijaya


   Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri dari 13.466 pulau. Salah satu pulau yang terbesar di Indonesia adalah pulau Papua. Papua merupakan pulau paling timur Indonesia. Sejak tahun 2003, terdapat 2 Provinsi di Pulau Papua, yaitu Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat.

  Papua memilki luas area sekitar 421.981 kilometer persegi dengan jumlah populasi penduduk hanya sekitar 2,3 juta jiwa. Pendidikan di Papua terbilang masih rendah. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), pada tahun ajaran 2013/2014, terdapat 117.529 siswa Sekolah Dasar (SD) dan 39.529 siswa Sekolah Menengah Atas (SMA) di provinsi Papua Barat. Sementara di provinsi Papua, terdapat 336.644 siswa SD dan 94.897 siswa SMA. Sepintas, angka itu tampak menjanjikan.

    Kondisi ekonomi, budaya dan aksesbilitas geografis menjadi batasan bagi banyak anak-anak di wilayah timur Indonesia untuk mendapatkan pendidikan dasar sekalipun. Masih banyak masyarakat yang belum peduli dengan pentingnya pendidikan untuk anak-anak. Atau, banyak yang mengalami kesulitan ekonomi sehingga tak mampu menyokolahkan anak-anak mereka.

    Namun, tidak sedikit anak-anak Papua yang menjadi tokoh penting di Indonesia saat ini, salah satunya Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak dalam Kabinet Kerja 2014-2019 yaitu Yohana Susana Yembise. Wanita kelahiran Manokwari 58 tahun yang lalu ini merupakan salah satu Menteri wanita di era Presiden Joko Widodo saat ini. Yohana Yembise sangat dikenal karena menjadi menteri dan guru besar perempuan pertama dari Papua. Sebelum diangkat menjadi Menteri, Yohan merupakan seorang professor di Universitas Cendrawasih, Papua.

   Yohan memulai pendidikan dasar di Sekolah Dasar (SD) Padang Bulan Jayapura, tahun 1971, Sekolah Menengah Pertama Negeri 1 Nabire dan Sekolah Menengah Atas Persiapan Nabire. Pada tahun 1985, Yohana melanjutkan sekolahnya di Sarjana Bahasa Inggris, Pendidikan Bahasa dan Seni FKIP Universitas Cendrawasih. Kemudian pada tahun 1992 melanjutkan di linguistic terapan dari Regional Language Center (RELC), SEAMEO Singapura dan kemudian menyelesaikan program gelar Master di Departemen Pendidikan Simon Fraser University di Kanada pada tahun 1994. Dan pada tahun 2001, Yo (panggilan akrab Yohana) melanjutkan pendidikan Doktoral di Universitas Newcastle, memperoleh gelar Ph.D pada 2006.

   Yohana memulai karier di bidang pendidikan dengan menjadi asisten dosen di bidang Bahasa dan Seni di Universitas Cenderawasih sejak tahun 1983 hingga 1986, lalu menjadi dosen tetap sejak 1987 hingga sekarang. Pada 14 November 2012, Yo dikukuhkan menjadi profesor doktor oleh Rektor Universitas Cenderawasih. Yohana menikah dengan Loe Danomira dan telah memiliki tiga orang anak, Marcia, Dina Maria, dan Bernie. Dan kini Yohana mengemban tugas berat sebagai Menteri Pemberdayaan Perempuan dari berbagai persoalan yang membelit kaum perempuan Indonesia.

   Masih banyak sebenarnya anak-anak Papua yang tokoh penting Indonesia bahkan dunia, seperti dua siswa SMA yang lolos flight test NASA.
 

 
 

AYO LIHAT

Kemilau Budaya Papua

Kemiau Budaya Papua, EVENT yang menyajikan berbagai budaya dari Papua, yaitu Tarian-tarian dari papua dan baju-baju khas Papua

Aku Pappua